Selasa, 26 Maret 2019

Ventilasi Gedung Olahraga


BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
Olahraga adalah budaya manusia, artinya tidak dapat disebut ada kegiatan olahraga apabila tidak ada faktor manusia yang berperan secara ragawi/pribadi melakukan aktivitas/kegiatan olahrag. Salah satu kegiatan olahraga pada umumnya ada yang melakukakn aktivitas olahraga di GOR. Pada siang hari dalam ruangan olahraga tertutup (in-dor) khususya yang beratap asbes dan tanpa langit-langit (ceiling), Terlebih lagi bila sistem ventilasi tidak kuat, sering terjadi peningkatan suhu yang berlebihan, sehingga sangat tidak nyaman dan bahkan terasa sangat mengganggu orang-orang yang berada didalamnya sekalipun tidak melakukan olahraga.
Dalam pembangunan gedung olahraga ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya adalah keberadaan ventilasi.Ventilasi bertujuan mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal menggurangi konsumsi energy dan mendukung desain bangunanyang memungkinkan pencahayaan alami semaksimal mungkin.Keadaan tidak nyaman ini tentu saja dapat berpengaruh buruk terhadap penampilan para olahragawan. Kondisi tidak nyaman ini tidak dapat dirasakan dalam Gedung Olahraga (GOR) tertutup kompleks Olahraga Jl.Padjadjarang Bandung. Keadaan demikian menyebabkan GOR hanya layak dipergunakan pada malam hari,sehingga oleh karenanya pemanfaatan GOR menjadi tidak optimal. Namun sekalipun olahraga telah diselenggarakan pada malam hari, keadaan tidak nyaman masih akan terjadi manakala jumlah membludak-berjubal memadati seluruh ruagan. Sekalipun ruangan telah dilengkapi dengan sistem pendingin, seperti halnya GOR tertutup bola-voli kompleks Olahraga Nasional XIV yang lalu.
Pentingnya kualitas udara dalam ruangan di masyarakat luastempat (lingkungan mikro di mana sejumlah besarorang berkumpul, seperti GOR merupakan penting karenamasalah pernafasan (Christos.dkk.2017).Keadaan demikian kiranya perlu menjadi bahan pemikiran para ahli yang terkait dengan kepentingan untuk meningkatkan prestasi olahraga, yang dapat disumbang dari berbagi disiplin Ilmu: Arsitektur, Fisika, Fisiologi, dan Olahraga.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peristiwa Bio-Fisika?
2.      Bagaimana Mekanisme pemiliharaan suhu tubuh?
3.      Bagaimana perbaikan sistem ventilasi?
4.      Bagaiman desain bangunan yang baik
5.      Bagaimana pengaruh ventilasi terhadap kesehatan

1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1.      Untuk mengetahui peristiwa Bio-Fisika
2.      Untuk mengetahui Mekanisme pemiliharaan suhu tubuh
3.      Untuk mengetahui perbaikan sistem ventilasi
4.      Untuk mengetahui desain bangunan yang baik
5.      Untuk mengetahui pengaruh ventilais terhadap kesehatan















BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pokok Permasalahan
Prestasi olahraga sangat ditentukan oleh penampilan yang merupakan hasil pelatihan. Tetapi penampilan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, khususnya mereka yang belum beradaptasi atau beraklimatisasi dengan terhadap baik terhadap lingkungan kawasan yang bersangkutan. Iklim lingkungan yang faktor utamanya adalah suhu, kelembapan dan ketinggian (altitude), dapat berpengaruh nyata terhadap penampilan olahragawan. Oleh karena itu, maka American College Of Sport Medicine (Fox,Bowers and Foss,1998) berdasarkan index WBGT membagi kondisi suhu dan kelembapan lingkungan dalam empat kategori. Index WBGT ialah bilangan suhu yang menunjukkan derajat kenyamanan lingkungan sesuatu bilangan suhu yang menunjukkan derajat kenyamanan lingkungan sesuatu kawasan, yang secara bersama-sama diperankan oleh suhu lingkungan, kelembapan, tingkat pancaran (radiasi)dan kecepatan angin di suatu kawasan lingkungan, terhadap tubuh manusia.Index WBGT ditentukan berdasarkan tumus:
WGTB(◦C)= 0.7 wb+0.2 g+ 0.1 db
wb= suhu bola basah, g= suhu bola hitam, db= suhu bola kering
            Dengan menggunakan index WBGT, maka pengaruh suhu lingkungan,kelembapan dan daya pancaran (radiasi) panas matahari dan bumi terhadap tubuh manusia telah diperhitungkan seluruhnya. Suhu lingkungan ditunjukkan oleh termometer bola kering, daya pancaran panas matahari, bumi dan lingkungan ditunjukkan oleh thermometer bola hitam, sedangkan kelembapan dapat diperhitungkan dari suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola kering dan termometer bola basah, yaitu makin rendah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah dibandingkan terhdap suhu yang ditunjukkan oleh thermometer bola kering, maka makin rendah kelembapan udara dikawasan itu. Termometer bola basah juga akan menunujukkan suhu yang semakin rendah bila ada.

Gambar 28.1 Perangkat thermometer untuk mengukur indeks WBGT.
Aliran angin yang semakin cepat. Perangkat termometer demikian harus ditempatkan pada tempat yang bebas dari lindungan pepohonan atau bangunan, kecuali bila dimaksudkan untuk mengukur index WBGT suatu ruangan.
            Berdasarkan indek WBGT maka terdapat empat kategori yang masing-masing disertai dengan tanda benderanya dengan warna tertentu, khususnya pada penyelenggaraan lomba lari jarak jauh agar para olahragawan dan pelatihnya mengetahui dan menjadi waspada terhadap kondisi lingkungan yang sedang dihadapinya, dalam hubungan dengan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan bagi para olahragawannya. Keempat index WBGT tersebut menurut American College Of Sport Medicine adalah sebagai berikut: (lihat Tabel 28.1).
            Kondisi WBGT demikian haruslah juga menjadi perhatian dalam hubungan dengan cabang-cabang olahraga yang dilaksanakan di ruang tertutup yang mempunyai intesitas tinggi dan durasi yang kurang-lebih setara dengan lari jarak jauh misalnya bulutangkis, bolabasket,bolavoli, dan olahraga lain dengan ciri sejenisnya.





Tabel 28.1 Index WBGT
Bendera/Status
Index
Keterangan
1.    Merah/Risiko tinggi
23-280C
Semua pelari haruss waspada akan kemungkinan kegawatan panas. Orang yang peka terhadap suhu dan kelembapan tinggi sebaiknya tidak lari
2.    Jingga/Risiko Sedang
18-230C
Perlu diingat bahwa index WBGT akan meningkat sesuai perjalanan waktu
3.    Hijau/ Resiko Rendah
Dibawah 180C
Tetap tidak dapat dijamin bahwa tidak akan terjadi kegawatan panas
4.    Putih/Resiko Rendah
Dibawah 100C
Kemungkinan hyperthermia kecil, tetapi dapat terjadi hypothermia

2.2 Peristiwa  Bio-Fisika
            Bila suatu satuan volume udara dipanaskan, maka volumenya mengembang, sehingga berat-jenis (Bj)-nya menurun, artinya udara itu menjadi lebih ringan dari pada udara sekitarnya yang lebih dingin dan dengan demikian udara yang lebih panas ini akan bergerak ke atas.

Gambar 28.2 Anemometer.
            Dalam Labotarium Fisiologi ada percobaan yang disebut percobaan Anemometer. Anemometer merupakan sebuah kerucut yang pada puncaknya terdapat sebuah tabung kaca yang terletak vertikal dengan baling-baling yang sangat ringan di dalamnya.
Diameter alas kerucut ±40 cm, sedangkan tabung slinder kaca bagian atasnya mempunyai diameter ±5-7.5 cm. kerucut tidak mempunyai alas dan pada pinggirnya terdapat tiga buah kaki kerucut setinggi 1-1.5 cm, sehingga pinggir bawah kerucut tidak melekat pada meja atau lantai tempat bertumpunya. Anemometer terlihat seperti gambar ditas.
Percobaan dengan anemometer adalah sebagai berikut: Seekor kelinci (makhluk homeotherm) ditimbang berat badannya dan kemudian dimasukkan kedalam sangkar yang terbuat dari kawat kasa. Kemudian ditimbang pula sejumlah katak (makhluk poikilotherm) sehingga berat sejumlah katak sama dengan berat seekor kelinci tersebut diatas. Katak kemudian juga dimasukkan kedalam sangkarnya dimasukkan kedalam anemometer untuk beberapa waktu sambil menyakinkan apakah baling-baling anemometer berputar atau tidak. Setelah diyakini apakah baling-baling berputar atau tidak. Ternyata ketika kelinci dimasukkan kedalam anemometer baling-baling berputar dan dihitung berapa putaran per menit. Percobaanberikutnya adalah memasukkan dua ekor kelinci kedalam anemometer dan juga memperhatikan berapa frekuensi putarannya per menit. Ternyata frekuensi putaran dengan dua ekor kelinci lebih cepat dibandingkan dengan bila hanya ada seekor kelinci dalam sungkup anemometer. Jadi apa yang menyebabkan baling-baling berputar bila kelinci yang berada didalamnya dan mengapa baling-baling tidak berputar bila katak yang berada didalamnya? Katak sebagai makhluk poikilotherm suhu tubuhnya sama dengan suhu lingkungan, oleh karena itu, tidak ada perubahan suhu udara dalam ruang anemometer. Bila kelinci yang adalah makhluk homeotherm yang berada didalam anemometer, maka suhu udara di dalam ruang anemometer akan menjadi panas oleh karena terjadinya peristiwa radiasi dan konduksi panas dari tubuh kelinci ke udara lingkungan dalam ruang anemometer. Udara yang lebih panas ini menjadi lebih ringan dan oleh karena itu, bergerak ke atas melalui tabung yang berisi baling-baling sehingga karenanya baling-baling berputar. Karena volume sungkup anemometer tidak berubah, maka bila dimasukkan ke dalam dua ekor kelinci, maka jumlah udara dalam sungkup anemometer relatif menjadi lebih sedikit, sedangkan jumlah panas yang dihasilkan oleh kelinci menjadi kurang lebih dua kali lebih banyak, dan inilah yang menyebabkan baling-baling jadi berputar lebih cepat, oleh karena suhu udara yang menjadi lebih panas menyebabkan aliran udara yang lebih cepat.
Peristiwa terjadinya aliran udara disebut sebagai konveksi dan hal ini memang sangat diperlukan oleh karena udara bukan konduktor panas yang baik bahkan cenderung menjadi isolator panas, sehingga bila tidak ada konveksi maka pembuangan panas dari kulit ke udara lingkungan melalui konduksi menjadi tidak berlangsung lebih lanjut.

2.3 Mekanisme Pemeliharaan Suhu Tubuh
            Manusia sebagai makhluk homeotherm senantiasa membentuk panas. Efisiensi manusia sebagai mesin adalah 25-30%, artinya hanya 25-30% dari seluruh daya (energi) yang dihasilkan oleh tubuh yang dipergunakan sebagai daya untuk melakukan kegiatan tubuh/kerja tubuh. Selebihnya berubah menjadi panas dan inilah yang harus dibuang agar suhu tubuh dapat dipertahakan konstan. Pada waktu berolahraga, pembentukan panas menjadi lebih besar dan oleh jarena itu, harus diimbangi dengan pembuangan panas yang sesuai.
            Seorang laki-laki dewasa muda dengan berat badan 70 kg yang gagal membuang panas dalam keadaan istirahat akan mengalami hipertermi yang akan menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari enam jam. Pada olahraga, pembentukan panas dapat meningkat menjadi 10-20 kali keadaanya pada istirahat(Pyke dan Sutton, dalam T.B. of science and medicine in sport,1992), sehingga kegagalan membuang panas dalam keadaan demikian dapat menyebabkan terjadinya kematian dalam waktu kurang dari 30 menit.
            Pembuangan panas terjadi melalui mekanisme pancaran (radiasi), hantaran (konduksi) dengan atau tanpa konveksi. Efektivitas mekanisme-mekanisme pembuangan panas tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai index WBGT serta besar konveksi yang terjadi. Jakarta dengan suhu lingkungan antara 27-33% ◦C dengan kelembapan antara 60-97% (Ramalan cuaca TVRI) akan mempunyai index WBGT >28 ◦C, yang merupakan kondisi tidak aman terutama bagi yang belum beraklimatisasi,sehingga jelas sangat tidak menguntungkan bagi penampilan olahraga dengan intensitas tinggi untuk durasi yang panjang (bulutangkis, bolabasket,bolavoli, lari jarak jauhm dan sebagainya).Pada suhu lingkungan 30◦C (termometerbola kering) pembuangan panas tubuh melalui pancaran dan hantaran (dengan atau tanpa konveksi), hanya berperan sebesar 20%. Dalam keadaan demikian maka cara pembuangan panas yang paling efektif yaitu sebesar 80%, hanya dapat terjadi melalui penguapan keringat (evaporasi). Namun keadaan akan menjadi semakin berjubalnya penonton dan kurang efektifnya ventilasi yang sangat diperlukan untuk terjadinya konveksi menunujang evaporasi. Kondisi demikian cenderung meningkatkan suhu lingkungan, kadar uap air (kelembapan) dan kadar CO2dalam ruangantersebutyag berarti makin memperburuk kondisi lingkungan untuk berlangsungnya olahraga dengan intensitas tinggi dan durasi panjang yang memang memerlukan banyak O2dan akan menghasilkan banyak CO2dan uap air (penguapan keringat) yang akan meningkatkan kelembapan, sehingga menghambat semua mekanisme pembuangan panas , khususnya proses evaporasi.
            Dalam ruangan untuk bolavoli in-dorsenayan memang terpasang sistem AC pada dinding-dinding bagian atas, tetapi terbukti tidak efektif dengan berjubalnya penonton.
            Buku mengimpomasikan kemungkinan perbaikan sistem ventilasi dengan menrapkan prinsip bio-fisika tersebut diatas, yang diharapkan dapat memberikan dampak perbaikan terhadap index WBGT dan kadar CO2dalam ruangan olahraga tertutup dengan ataupun tanpa pemasangan sistem AC.
2.4 Kemungkinan Perbaikan Sistem Ventilasi
            Uraian di atas mendorong kepada pemikiran bagaimanakah perbaikan sistem ventilasi ini dapat dirumuskan? Dua faktor yang sangat penting yang menentukan besaran index WBGT di daerah tropis dataran rendah adalah suhu udara lingkungan dan kelembapan.Menurunkan suhu udara lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem pendinginan udara (AC-Air Conditioning), yang sekaligus juga menata tingkat kelembapannya,karena dengan menurunnya suhu udara lingkungan maka daya tampung udara terhadap uap air juga akan menurun. Masalah selanjutnya adalah bagaimana penjabarannya secara teknis? Hal tersebut dituangkan dalam pemikiran seperti tercatum pada gambardibawah ini yang penerapannya diuraikan dari yang paling sederhana sampai kepada yang canggih:
1.      Penerapan prinsip konveksi udara (anemometer)
a.       Membuat beberapa cerebong diatap bangunan untuk terjadinya aliran udara panas  melalui cerebong di atap bangunan, disertai dengan:
b.      Membuat lubang-lubang di bagian bawah bangunan untuk masuknya (in let) udara dingin dari luar bangunan.

Gambar 28.3 Gedung in-door dengan sistem ventilasi yang disarankan.

2.      Prinsip NO. 1 disertai pemasangan exhaust fan pada setiap cerebongnya.
3.      Penerapan prinsip 2 disertai modifikasi prinsip 1.b. yaitu dibawah lantai dasar ada rongga bebas (prinsip lantai rumah panggung) dan dilantai itu dibuat lubang-lubang dengan diameter 1 cm dengan kepadatan 25 lubang/30cm2sebagai in-let udara dibagian bawah (lantai) bangunan, dengan cara demikian udara segar akan masuk ke seluruh ruangan olahraga secara merata dari seluruh luas lantai bangunan.
4.      Diterapkan sistem ventilasi dengan prinsip no 3, dengan exhaust fan di atap gedung, ditambah dengan in-let udara pada seluruh lantai dasar ruangan (dengan lubang-lubang diameter 1 cm dengan kepadatan 25 lubang/30cm2) disertai sistem AC di ruang bawah lantai yang menghembuskan udara sejuk dengan kecepatan aliran udara yang dapat diatur sesuai kebutuhan melalui lubang-lubang lantai dasar gedung olahraga,sehingga index WBGT mencapai nilai yang seideal mungkin serta hendaknya ada peugas khusus yang bertanggung jawab mengatur sistem tersebut.

2.4.1 Desain Gedung Olahraga yang Baik
Desain gedung olahraga yang baik harus dilengkapi dengan arena yang digunakan khusus untuk penonton. Hal ini terutama sekali jika gedung olahraga tersebut sering digunakan untuk mengadakan acara perlombaan. Antara arena perlombaan dan arena untuk penonton harus diberi jarak yang cukup sehingga tidak mengganggu konsentrasi pemain sekaligus untuk memberi perlindungan agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan. 
Khusus untuk area penonton, desain tempatnya juga menggunakan konsep yang baik sehingga masing-masing penonton bisa melihat jalannya pertandingan dengan jelas. Desain yang paling umum digunakan adalah, tempat penonton yang berada di bagian paling depan punya posisi yang paling rendah dibanding dengan tempat yang ada di belakangnya. Tempat seperti ini sering dinamakan dengan sebutan tribun.
Olahraga yang menggunakan iringan musik, juga harus menggunakan sistem kedap suara yang baik, sehingga tidak terdengar sampai keluar. Contoh jenis olahraga yang menggunakan iringan musik adalah senam aerobik dan beberapa jenis senam yang lain. Sistem kedap udara yang diciptakan biasanya memakai kaca mirror karena punya dua fungsi sekaligus yaitu untuk mengontrol gerakan senam agar tidak terjadi kesalahan.
Fasilitas lain yang juga harus ada dalam gedung olahraga adalah ruang untuk berganti pakaian, wc dan toilet, loker untuk menyimpan pakaian, ruang untuk menyimpan peralatan olahraga, ruang istirahat, kefetaria dan lain-lain. Dan yang lebih penting lagi, tempat ini juga harus menyediakan ruang khusus yang dipakai untuk melakukan perawatan darurat jika ada pemain olahraga yang cedera lengkap dengan peralatan medis. Kemudian untuk desain gedungnya, harus punya karakater yang kuat dan bisa memunculkan semangat untuk melakukan olahraga bagi masyarakat. Hal ini akan mendorong para penggemar olahraga untuk datang ke tempat itu. Keindahan tersebut bisa dimunculkan melalui bentuk bangunan atau gedung yang unik serta penggunaan warna yang menarik. 
Terakhir untuk penataan desain interior, harus bisa menghadirkan suasana arena olahraga yang bermutu sehingga para penggemar olahraga akan merasa nyaman untuk menyalurkan hobi dan kegiatan fisiknya di tempat ini.

2.5 Pengaruh Ventilasi pada Kesehatan
Manusia termasuk ke dalam kategori homoethermik, yaitu berdarah panas sehingga manusia mampu mengatur suhu tubuh tanpa mengubah suhu pada lingkungan.  Bagian hypothalamus dari otak anusia memiliki sel-sel yang mampu mendeteksi perubahan temperatur, dan dapat merespon terhadap naik atau turunnya suhu. Dan juga hypothalamus memiliki reseptor-rsesptor yang mampu memberi respon terhadap suhu dingin.  Sistem pencernaan dan sistem otot memiliki peran penting dalam proses memproduksi panas.
Sementara itu, saturasi oksigen (O2) pada hemoglobin mengalami penurunan, dan jaringan hypoxia mengalami peningkatan selama latihan dengan intensitas tinggi (Pelling, 2011. Dalam Polat, 2016: 119).  Berdasarkan jumlah oksigen pada otot yang mengalami penurunan selama latihan olahraga, peningkatan jumlah oksigen yang dialirkan ke jaringan selama masa pemulihan juga menghasilkan peningkatan waktu untuk regenerasi untuk penyimpanan oksigen, fosfogene, dan glikogen serta tingkat pemanfaatan metabolik untuk asam laktat yang mempercepat pemulihan (O’Learly, 2006 dalam Polat, 2016).
Berada di daerah beriklim tropis dengan suhu dan kelembaban rata-rata harian tinggi serta kecepatan angin rendah menjadi alasan pentingnya kinerja yang baik pada sistem ventilasi bangunan. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya suhu dan kelembaban udara di dalam ruangan. Kelembaban merupakan media yang menguntungkan untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit). Jumlah bakteri di udara akan bertambah jika penghuni menderita penyakit seperti TBC, influenza, ISPA.
Dalam kondisi normal komposisi zat kimia yang terkandung di udara adalah nitrogen (78%), oksigen (20,95%), argon (0,93%), karbon dioksida (0,038%), dan sisanya gas-gas lain dengan komposisi yang lebih sedikit (Vural, 2011: 61). ASHRAE (1999) menetapkan kandungan CO2 udara di dalam ruang sebagai indikator kualitas udara dan kecukupan ventilasi di dalam ruang. Konsentrasi CO2 yang dapat ditolerir dikandung udara di dalam ruang kurang dari 1000 ppm sedangkan udara luar 300 – 500 ppm (Talarosha, 2018: 46)
Studi dari seluruh dunia secara konsisten mendokumentasikan konsentrasi CO2 dalam ruangan lebih tinggi mulai dari di bawah 1.000 ppm hingga ekstrem lebih dari 6.000 ppm, jauh melebihi ambang disfungsi kognitif yang tercatat sebelumnya.
Selain itu, tempat-tempat di mana tingkat metabolisme menjadi tinggi — seperti pusat kebugaran, gym, dan ruang latihan aerobik — sering kali melebihi standar yang dapat diterima. Dalam studi pusat kebugaran di Lisbon, Portugal, dalam satu ruangan terdapat CO2 sebesar 54%, melebihi batas CO2 yang dapat diterima di setidaknya satu atau lebih dalam ruangan, dengan konsentrasi puncak 5.617 mg / m3 (3,120 ppm) —dua kali lipat lebih besar dari nilai batas yang ditetapkan sebesar 2.250 mg / m3 (1.250 ppm).
Sementara pembakaran bahan bakar fosil dan fotosintesis tanaman sebagian besar mendorong konsentrasi CO2 di atmosfer, konsentrasi CO2 dalam ruangan sangat bervariasi karena faktor-faktor seperti jumlah penghuni, tingkat ventilasi, volume udara, pembakaran sisa, dan peluruhan organik dari makanan dan sampah. Tanpa ventilasi yang baik, sindrom bangunan berpenyakit dapat menyebar.
Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Tingkat CO2 Dalam Ruangan:
1.      Jumlah penghuni di ruangan atau ruang
2.      Tingkat aktivitas penghuni (tingkat metabolisme)
3.      Jumlah penghuni waktu yang dihabiskan di ruangan
4.      Pembakaran (memasak, percobaan menggunakan pembakar Bunsen)
5.      Tingkat ventilasi (pertukaran per jam dengan udara luar yang segar)
6.      Konsentrasi CO2 di luar ruangan
Mengurangi konsentrasi CO2 yang dikandung udara di dalam ruang hanya dapat dilakukan dengan proses pengenceran yaitu menambah udara segar ke dalam ruangan melalui ventilasi alami (Razali, 2015 dalam Talarosha, 2018).





BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Prestasi olahraga sangat ditentukan oleh penampilan yang merupakan hasil pelatihan. Tetapi penampilan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, khususnya mereka yang belum beradaptasi atau beraklimatisasi dengan terhadap baik terhadap lingkungan kawasan yang bersangkutan. Percobaan dengan anemometer adalah sebagai berikut: Seekor kelinci (makhluk homeotherm) ditimbang berat badannya dan kemudian dimasukkan kedalam sangkar yang terbuat dari kawat kasa.
Efisiensi manusia sebagai mesin adalah 25-30%, artinya hanya 25-30% dari seluruh daya (energi) yang dihasilkan oleh tubuh yang dipergunakan sebagai daya untuk melakukan kegiatan tubuh/kerja tubuh. Selebihnya berubah menjadi panas dan inilah yang harus dibuang agar suhu tubuh dapat dipertahakan konstan. Pada waktu berolahraga, pembentukan panas menjadi lebih besar dan oleh jarena itu, harus diimbangi dengan pembuangan panas yang sesuai.
Menurunkan suhu udara lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem pendinginan udara (AC-Air Conditioning), yang sekaligus juga menata tingkat kelembapannya,karena dengan menurunnya suhu udara lingkungan maka daya tampung udara terhadap uap air juga akan menurun.


DAFTAT PUSTAKA

Christos H. dkk. (2017). Studying the Effect of Indoor Sources and Ventilation on The Concentrations of Particulates in Dining Halls. International Journal of Ventilation, 8.1473-3315.

Giriwijoyo,Santosa.(2017).Fisiologi Kerja dan Olahraga. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Https:/ loggerindo. Manajemen karbon dioksida dalam ruangan indoor gedung dan bangunan. Diakses pada Tanggal 10 Oktober 2018, 21.30.

O’Leary. Poots. (2006). The Cardiovascular System: Desaign and Control, ACSM’s Advanced Exercise Physiology. Philadelphia: Lippincott William and Winkins.

Talarosha. Basharia. 2018. Jendela dan Dampaknya terhadap Konsentrasi CO2 di dalam Ruang Kelas, Kajian Literatur. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 36. 46-53.

Vural, S. M. J. (2011). Indoor Air Quality. In S. A. Abdul Wahab, Sick Building Syndrome in Public Buildings and Workplaces. Verlag Berlin Heidelberg: Springer.